Pages - Menu

Tuesday, January 5, 2016

MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC LEARNING DAN PROBLEM SOLVING





1.         Hakikat Model Pembelajaran Scientific Learning
Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010: 3), model pembelajaran scientific learning adalah model pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur, yaitu jalur akal atau nalar dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari model pembelajaran scientific learning adalah adanya penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas model pembelajaran scientific learning adalah adanya pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan.  
Menurut Majid (2014: 195), kegiatan pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Model pembelajaran ilmiah memiliki peran penting dalam mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam proses pembelajaran yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dari pada penalaran deduktif (deductive reasoning).

                                  
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Pada dasarnya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum (Majid, 2014: 196).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh definisi model pembelajaran scientific learning yaitu model pembelajaran yang mengedepankan proses pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah. Adapun proses pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah diwujudkan dalam usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan melalui kegiatan mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan mengomunikasikan.
2.         Kriteria Model Pembelajaran Scientific Learning
Proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pem-belajaran scientific learning akan menyentuh tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian, maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terintegrasi. Adapun penjelasan dari model pembelajaran scientific learning dengan menyentuh ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.         Ranah pengetahuan (kognitif), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan peserta didik  “tahu apa” akan materi pembelajaran. 
b.        Ranah sikap (afektif), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan peserta didik “tahu mengapa” akan materi pem-belajaran.
c.         Ranah keterampilan (psikomotor), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan peserta didik   “tahu bagaimana” akan materi pembelajaran.
Menurut Sudarwan (dalam Majid, 2014: 194), model pembelajaran scientific learning bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Menurut Majid (2014: 194), proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
a.         Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b.        Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c.         Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, me-mecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
d.        Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir berdasarkan hipotesis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
e.         Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
f.         Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
g.        Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, akan tetapi menggunakan sistem penyajian yang menarik.
Model pembelajaran scientific learning menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan pembelajaran. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menciptakan pembelajaran yang mengedepankan kondisi peserta didik untuk berperilaku ilmiah dengan sama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan, sehingga peserta didik akan dapat dengan benar menguasai materi yang dipelajari dengan baik.
3.           Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Scientific Learning
Secara umum, keunggulan dan kelemahan model pembelajaran scientific learning adalah sebagai berikut.
a.         Keunggulan Model Pembelajaran Scientific Learning
1)        Meningkatkan kemampuan intelek peserta didik, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2)        Melatih peserta didik untuk aktif dalam mencari informasi agar tidak ketinggalan materi pembelajaran.
3)        Penilaian di dapat dari semua aspek, yang berarti bahwa pengambilan nilai peserta didik bukan hanya didapat dari nilai ujiannya, akan tetapi juga didapat dari nilai proses pem-belajaran, kesopanan, praktik, sikap, dan lain lain.
4)        Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

b.        Kelemahan Model Pembelajaran Scientific Learning
1)        Apabila materi pembelajaran kurang terfokus dan terlalu luas, pengetahuan yang didapatkan peserta didik kurang mendalam.
2)        Memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
4.           Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Scientific Learning
Menurut Majid (2014: 211), langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran scientific learning meliputi mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan mengomunikasikan (5M).
a.         Mengamati (Observing)
Kegiatan pengamatan dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih indera-indera pada tubuh manusia, yaitu penglihat, pendengar, pembau, pengecap, dan peraba atau perasa. Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan disebut bukti atau data. Menurut Majid (2014: 214), prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran atau melakukan kegiatan pengamatan adalah sebagai berikut.
1)        Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diamati untuk kepentingan pembelajaran.
2)        Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diamati. Sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menetukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan terlebih dahulu.
3)        Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas hasil pengamatan.

b.        Menanya (Questioning)
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, atau dibaca. Peserta didik dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang berkenaan dengan fakta, konsep, ataupun prosedur. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik.
Kegiatan menanya dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 adalah  mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu dan mengembangkan kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Adapun fungsi bertanya menurut Majid (2014: 216) adalah sebagai berikut.
1)        Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
2)        Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3)        Mendiagnosis kesulitan belajar belajar peserta didik sekaligus menyampaikan rancangan untuk mencari solusinya.
4)        Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5)        Membangkitkan  keterampilan   peserta   didik  dalam  berbicara,
mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6)        Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan manarik kesimpulan.
7)        Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8)        Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9)        Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
c.         Mengasosiasi atau Menalar (Associating)
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan (Majid, 2014: 223).  Penalaran yang dimaksud merupakan penalaran ilmiah. Kegiatan mengasosiasikan atau menalar dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan dan hasil dari kegiatan mengamati. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada pendapat yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya serta menemukan pola dari keterkaitan informasi.
d.        Mencoba (Experimenting)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terkait dengan  materi atau substansi yang sesuai. Menurut Majid (2014: 231), agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan dengan lancar perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1)        Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan peserta didik.
2)        Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang akan dipergunakan.
3)        Perlu memperhitungkan tempat dan waktu.
4)        Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik.
5)        Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen.
6)        Guru membagi kertas kerja kepada peserta didik.
7)        Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru.
8)        Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan meng-evaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
e.         Mengomunikasikan
 Kegiatan mengomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran adalah kegiatan menyampaikan hasil pengamatan dan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kegiatan mengomunikasikan dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Dalam kegiatan ini, guru dapat mengklarifikasi agar peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.


5.           Implementasi Model Pembelajaran Scientific Learning dalam Pem-belajaran IPS di Sekolah Dasar
Berikut ini adalah salah satu contoh implementasi model pembelajaran scientific learning dalam pembelajaran IPS di kelas IV Sekolah Dasar, terkait dengan materi interaksi sosial. Langkah-langkah pembelajaran tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a.         Mengamati
Peserta didik diminta untuk mengamati kegiatan interaksi sosial yang ada di lingkungan sekolah, kemudian menuliskan hasil pengamatannya di lembar pengamatan yang telah disediakan oleh guru. Adapun kegiatan interaksi sosial dapat berupa transaksi jual beli, kegiatan bercakap-cakap yang dilakukakan dua orang atau lebih, dan lain-lain.
b.        Menanya
Peserta didik dapat menanyakan beberapa hal baru yang ditemukannya ataupun beberapa hal yang belum dimengerti peserta didik kepada guru. Sebaliknya, guru juga dapat mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan hal-hal yang telah diamati oleh peserta didik. Adapun contoh pertanyaan yang akan diajukan adalah sebagai berikut.
1)        Apakah kalian selalu melakukan kegiatan interaksi sosial?
2)        Apa yang akan terjadi apabila kalian tidak melakukan kegiatan interaksi sosial?
c.         Menalar
 Pertanyaan seperti di atas memerlukan adanya solusi (jawaban) melalui suatu penalaran. Dalam IPS permasalahan seperti ini dapat dijawab dengan mengaitkan pendefinisian baru bagi peserta didik yang sudah dapat menerima kebenaran logis. Jika di hadapkan dengan beberapa pertanyaan di atas, secara otomatis peserta didik akan berfikir dan menjawab pertanyaan dari guru.  
d.        Mencoba
Peserta didik diminta untuk mencoba (praktik) untuk tidak melakukan komunikasi dengan teman-teman di dalam kelas selama kurang lebih sepuluh menit.
e.         Mengomunikasikan
Setelah peserta didik tidak melakukan komunikasi dengan teman-teman di dalam kelas selama kurang lebih sepuluh menit, peserta didik kemudian diminta untuk mengomunikasikan atau mempresentasikan hal-hal yang dirasakan ketika mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan komunikasi dengan teman-teman di dalam kelas.
Adapun tujuan dari kegiatan pembelajaran di atas adalah sebagai upaya untuk menyadarkan peserta didik akan pentingnya komunikasi, terutama dalam kegiatan interaksi sosial karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup jika hanya sendiri.
1.         Hakikat Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut Junaedi (2008: 11.9), model pembelajaran problem solving (model pembelajaran pemecahan masalah) adalah pengunaan model dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Hidayati (2008: 6.18) mengemukakan bahwa model pembelajaran problem solving menekankan pada terpecahkannya suatu masalah secara rasional, logis, dan benar.
Majid (2014: 170) mengemukakan bahwa model pembelajaran problem solving bukan hanya sekedar model mengajar tetapi juga merupakan suatu model berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan model-model lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Pembelajaran ini merupakan pelajaran berbasis masalah, yaitu pembelajaran yang berorientasi “learner centered”, berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh peserta didik melalui kerja kelompok. Model pembelajaran problem solving sering disebut “model pembelajaran ilmiah (scientific method)” karena langkah-langkah yang digunakan adalah langkah ilmiah yang dimulai dari merumuskan masalah, merumuskan jawaban sementara (hipotesis), mengumpulkan dan mencari data fakta, menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi, dan mengaplikasikan temuan ke dalam situasi baru (Majid, 2014: 170).
Dengan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving (model pembelajaran pemecahan masalah) merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan melatih peserta didik untuk menghadapi berbagai masalah dan mencari pemecahan atau penyelesaian dari permasalahan tersebut secara ilmiah.
2.         Kriteria Model Pembelajaran Problem Solving
Secara umum, beberapa kriteria model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a.         Model pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pengimplementasiannya terdapat sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
b.        Dalam model pembelajaran problem solving, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.
c.         Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah


3.         Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut Hidayati (2008: 6.20-6.21), beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a.         Keunggulan Model Pembelajaran Problem Solving
1)        Peserta didik memiliki keterampilan pemecahan masalah. Hal ini merupakan bekal untuk menghadapi dan memecahkan masalah baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun di tempat kerja kelak.
2)        Merangsang pengembangan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif, rasional, logis, dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya peserta didik banyak menggunakan mentalnya dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dan pendekatan dalam rangka mencari pemecahannya.
3)        Pendidikan di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. Hal ini dikarenakan peserta didik telah terbiasa memecahkan masalah dengan langkah-langkah metode pemecahan masalah, maka mereka menjadi terbiasa pula untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan dalam kehidupan yang semakin komplek.
4)        Menimbulkan keberanian pada diri peserta didik untuk mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
b.        Kelemahan Model Pembelajaran Problem Solving
1)        Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik tidaklah mudah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan memilih suatu masalah yang sesuai dengan tingkat umur, kemampuan, dan latar belakang pengetahuan atau pengalaman peserta didik.
2)        Mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan secara individu maupun kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan tantangan atau bahkan kesulitan tersendiri bagi peserta didik.
3)        Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama sehingga terpaksa mengambil waktu pelajaran yang lain.
4)        Kurang sistematis apabila model pembelajaran ini diterapkan untuk menyampaikan bahan baru.
5)        Metode ini kurang tepat jika digunakan bagi siswa yang belum dewasa. 
4.         Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut Majid (2014: 170-171), langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a.         Menyiapkan Isu atau Masalah yang Jelas untuk Dipecahkan
Masalah yang dipilih harus tumbuh dari dalam diri peserta didik, sesuai dengan taraf kemampuan peserta didik, sesuai dengan materi yang disampaikan, dan sesuai dengan kehidupan riil atau keseharian peserta didik.
b.        Menuliskan Tujuan atau Kompetensi yang Hendak Dicapai
c.         Mencari Data atau Keterangan yang Dapat Digunakan untuk Memecahkan Masalah
Contoh data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yaitu dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, dan bertanya.
d.        Menetapkan Jawaban Sementara (Hipotesis)
Dugaan jawaban yang ditetapkan harus didasarkan pada data yang telah diperoleh.
e.         Menguji Kebenaran Jawaban Sementara (Hipotesis)
Dalam langkah ini, peserta didik  harus berusaha memecahkan
masalah sehingga benar-benar yakin bahwa jawaban tersebut merupakan jawaban yang tepat. Untuk menguji kebenaran jawaban diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, penugasan, dan diskusi.
f.         Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan berarti bahwa peserta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah yang dipecahkan.
Menurut Johnson dan Jhonson (dalam Hidayati, 2008: 6.12), pemecahan masalah (problem solving) sebagai model pembelajaran IPS mempunyai langkah-langkah sebagai berikut.
a.         Definisi Masalah
Guru hendaknya mengarahkan peserta didik untuk memberikan batasan-batasan terhadap pengertian-pengertian yang terkandung di dalam masalah. Untuk perumusan masalah dianjurkan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.
1)        Semua pernyataan ditampung atau ditulis di papan tulis. Kemukakan sebanyak dan sekonkrit mungkin dengan mengemukakan orang, tempat, sumber, dan jangan mempersoalkan ketepatan.
2)        Rumuskan kembali setiap pernyataan tersebut sehingga mendapatkan gambaran yang ideal dan aktual. Keluarkan definisi-definisi yang tidak memiliki sumber-sumber yang cukup untuk dipecahkan secara berkelompok. Pilihlah satu definisi yang dianggap paling tepat oleh kelompok tersebut. Masalah yang dipilih harus bersifat penting (important), dapat dipecahkan (soluble), dan mendesak (urgent).

b.        Diagnosis Masalah (Luasnya Masalah dan Apa Penyebabnya)
Dalam langkah yang kedua ini, peserta didik dalam kelompok akan mengupas tentang penyebab timbulnya masalah dan akibat lebih lanjut apabila masalah tersebut tidak diatasi. Adapun tujuan adalah untuk mengetahui sifat dan besarnya kekuatan-kekuatan pendorong menuju kearah situasi yang ideal dan kekuatan-kekuatan yang menghambat atau menentang arah tersebut.
c.         Merumuskan Alternatif dan Rencana Pemecahannya
Pada tahap ini, peserta didik dalam kelompok akan merumuskan sebanyak-banyaknya alternatif pemecahan masalah. Setelah mencari faktor-faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Oleh karena itu kelompok harus kreatif, berpikir divergen, memahami pertentangan ide, dan mempunyai daya temu yang tinggi.
d.        Penerapan dan Penetapan Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih
Setelah berbagi pemecahan masalah diperoleh, maka pada tahap ini, peserta didik dalam kelompok memutuskan:
1)        memilih alternatif yang sesuai dengan masalah,
2)        memilih alternatif yang mempunyai banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambatnya, dan
3)        meninjau keuntungan atau efek samping terhadap setiap alternatif bila diterapkan.

e.         Evaluasi Keberhasilan Strategi yang Dicapai
Alternatif-alternatif yang mempunyai alasan rasional, logis, praktis, serta tetap bila diterapkan, diangkat menjadi keputusan atau cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Hasil akhir dari evaluasi harus dapat menunjukan beberapa hal sebagai berikut.
1)        Masalah apa yang sudah dipecahkan.
2)        Seberapa jauh pemecahannya.
3)        Masalah apa yang belum terpecahkan.
4)        Masalah baru yang timbul sebagai akibat pemecahan ini.
Dalam penerapannya, metode pemecahan masalah ini dilaksana-kan secara kelompok, guru berfungsi sebagai pengarah dan motivator, sedangkan semua pendapat digali dari peserta didik. Semua pendapat ditampung, kemudian diseleksi dengan mencari alasan-alasan yang rasional, logis, dan tepat. Apabila terdapat sesuatu yang tidak dapat digali oleh peserta didik, barulah guru memberikan informasi. Pelaksanaan metode pemecahan masalah ini akan berhasil dengan baik apabila peserta didik telah menguasai langkah-langkahnya tahap demi tahap.
5.         Implementasi Model Pembelajaran Problem Solving dalam Pem-belajaran IPS di Sekolah Dasar
Berikut ini adalah salah satu contoh implementasi model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran IPS di kelas III semester II Sekolah Dasar, terkait dengan materi penggunaan uang. Langkah-langkah pembelajaran tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a.         Guru membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok, dengan anggota setiap kelompok lima orang peserta didik.
b.        Definisi Masalah
Guru meminta peserta didik untuk mendiskusikan topik permasalahan berupa seorang anak Sekolah Dasar yang tidak dapat bersekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah.
c.         Diagnosis Masalah (Luasnya Masalah dan Apa Penyebabnya)
Peserta didik diarahkan guru untuk mencari beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak Sekolah Dasar tidak mampu membayar uang sekolah, sehingga putus sekolah. Adapun penyebab dari permasalahan tersebut dapat berupa keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu, akibat dari kebiasaan anak yang suka menghambur-hamburkan orang tua untuk membeli sesuatu yang kurang penting, dan kebiasaan anak yang tidak suka menabung.
d.        Merumuskan Alternatif dan Rencana Pemecahannya
 Peserta didik dalam kelompok akan merumuskan sebanyak-banyaknya alternatif pemecahan masalah dari masalah tersebut. Beberapa alternatif pemecahan masalah dari masalah tersebut dapat berupa memanfaatkan uang pemberian orang tua untuk membeli segala sesuatu yang benar-benar penting dan menabung.
e.         Penerapan dan Penetapan Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih
Langkah selanjutnya yang dilakukan peserta didik peserta didik adalah dengan memanfaatkan uang pemberian orang tua untuk membeli segala sesuatu yang benar-benar penting dan menabung.  Setelah itu, peserta didik diharapkan dapat menyimpulkan bahwa peserta didik harus dapat memanfaatkan uang dengan baik dan membiasakan diri untuk gemar menabung.


Model pembelajaran scientific learning merupakan model pembelajaran yang mengedepankan proses pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah yang diwujudkan dalam usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan melalui kegiatan mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Sedangkan model pembelajaran problem solving (model pembelajaran pemecahan masalah) merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan melatih peserta didik untuk menghadapi berbagai masalah dan mencari pemecahan atau penyelesaian dari permasalahan tersebut secara ilmiah. Kedua model pembelajaran ini akan efektif jika diterapkan dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar, dengan materi yang sesuai.
Sebagai calon maupun seorang guru Sekolah Dasar, kita harus mempelajari dan memahami konsep dasar model pembelajaran scientific learning dan problem solving dengan baik. Bukan hanya sekedar mempelajari dan memahami, akan tetapi juga harus mampu mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning dan problem solving pada mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar agar kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien.



Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Ibrahim, Muslimin. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press.
Junaedi, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Surabaya: LAPIS-PGMI.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

3 comments:

  1. thank you very much for your article. it is interesting article

    ReplyDelete
  2. Casino Games - Mapyro
    The most recent addition to the 통영 출장샵 list 전라남도 출장마사지 is Slots 서귀포 출장마사지 at CasinoCyclopedia. Find out all the 강릉 출장안마 important aspects, news and tips on all of the 전라남도 출장샵 upcoming slot games from the

    ReplyDelete