1.
Hakikat
Model Pembelajaran Scientific Learning
Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010: 3), model
pembelajaran scientific learning
adalah model pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur,
yaitu jalur akal atau nalar dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari
model pembelajaran scientific learning
adalah adanya penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan
sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau
pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas model pembelajaran scientific learning adalah adanya pemecahan masalah melalui penalaran
dan pengamatan.
Menurut Majid (2014: 195), kegiatan pembelajaran dapat
dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Model pembelajaran ilmiah memiliki peran
penting dalam mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Dalam proses pembelajaran yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan penalaran induktif (inductive
reasoning) dari pada penalaran deduktif (deductive reasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian
menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang
fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Pada dasarnya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik
ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena
unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum (Majid,
2014: 196).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh definisi model
pembelajaran scientific learning yaitu
model pembelajaran yang mengedepankan proses pembelajaran berbasis penyelidikan
ilmiah. Adapun proses pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah diwujudkan
dalam usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan
melalui kegiatan mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan
mengomunikasikan.
2.
Kriteria Model
Pembelajaran Scientific Learning
Proses
pembelajaran yang mengimplementasikan model pem-belajaran scientific learning akan menyentuh tiga ranah, yaitu pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses
pembelajaran yang demikian, maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta
didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang terintegrasi. Adapun penjelasan dari model
pembelajaran scientific learning dengan menyentuh ketiga ranah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.
Ranah pengetahuan (kognitif), menjelaskan bahwa
dari proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan peserta
didik “tahu apa” akan materi pembelajaran.
b.
Ranah sikap (afektif),
menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang mengimplementasikan model
pembelajaran scientific learning menjadikan
peserta didik “tahu mengapa” akan materi pem-belajaran.
c.
Ranah keterampilan
(psikomotor), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang
mengimplementasikan model pembelajaran scientific
learning menjadikan peserta didik “tahu bagaimana” akan materi pembelajaran.
Menurut Sudarwan (dalam
Majid, 2014: 194), model pembelajaran scientific
learning bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses
pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip,
atau kriteria ilmiah. Menurut Majid (2014: 194), proses pembelajaran disebut
ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
a.
Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b.
Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, me-mecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi
atau materi pembelajaran.
d.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir berdasarkan hipotesis dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi
pembelajaran.
e.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang
rasional dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
f.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
g.
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, akan tetapi menggunakan
sistem penyajian yang menarik.
Model pembelajaran scientific
learning menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta
didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan pembelajaran. Oleh karena itu, guru
dituntut untuk dapat menciptakan pembelajaran yang mengedepankan kondisi
peserta didik untuk berperilaku ilmiah dengan sama-sama diajak mengamati,
menanya, menalar, merumuskan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan, sehingga
peserta didik akan dapat dengan benar menguasai materi yang dipelajari dengan
baik.
3.
Keunggulan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Scientific
Learning
Secara umum, keunggulan dan kelemahan model pembelajaran
scientific learning adalah sebagai
berikut.
a.
Keunggulan Model Pembelajaran Scientific Learning
1)
Meningkatkan kemampuan intelek peserta didik, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2)
Melatih peserta didik untuk aktif dalam mencari
informasi agar tidak ketinggalan materi pembelajaran.
3)
Penilaian di
dapat dari semua aspek, yang berarti bahwa pengambilan nilai peserta didik
bukan hanya didapat dari nilai ujiannya, akan tetapi juga didapat dari nilai proses
pem-belajaran, kesopanan, praktik, sikap, dan lain lain.
4)
Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
b.
Kelemahan Model Pembelajaran Scientific Learning
1)
Apabila materi pembelajaran kurang terfokus dan terlalu
luas, pengetahuan yang didapatkan peserta didik kurang mendalam.
2)
Memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan
dengan model pembelajaran yang lain.
4.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Scientific Learning
Menurut Majid (2014: 211), langkah-langkah pembelajaran
dengan model pembelajaran scientific
learning meliputi mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba,
dan mengomunikasikan (5M).
a.
Mengamati (Observing)
Kegiatan pengamatan dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih
indera-indera pada tubuh manusia, yaitu penglihat, pendengar, pembau, pengecap,
dan peraba atau perasa. Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan disebut
bukti atau data. Menurut Majid (2014: 214), prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran atau
melakukan kegiatan pengamatan adalah sebagai berikut.
1)
Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diamati untuk kepentingan pembelajaran.
2)
Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek,
atau situasi yang diamati. Sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya
menetukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan terlebih dahulu.
3)
Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam,
dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas hasil pengamatan.
b.
Menanya (Questioning)
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,
disimak, atau dibaca. Peserta didik dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan
tentang hasil pengamatan objek yang berkenaan dengan fakta, konsep, ataupun
prosedur. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi lebih
lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan
peserta didik.
Kegiatan menanya dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang
tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati. Adapun kompetensi yang diharapkan
dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu dan
mengembangkan kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Adapun fungsi bertanya menurut Majid (2014: 216) adalah
sebagai berikut.
1)
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik
tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
2)
Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk
dirinya sendiri.
3)
Mendiagnosis kesulitan belajar belajar peserta didik sekaligus
menyampaikan rancangan untuk mencari solusinya.
4)
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan
pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5)
Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,
mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6)
Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan manarik kesimpulan.
7)
Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat
atau gagasan, memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam
hidup berkelompok.
8)
Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9)
Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
c.
Mengasosiasi
atau Menalar (Associating)
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan
(Majid, 2014: 223). Penalaran yang dimaksud
merupakan penalaran ilmiah. Kegiatan mengasosiasikan atau menalar dalam
kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik
terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan dan hasil dari kegiatan mengamati. Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada pendapat yang
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainya serta menemukan pola dari keterkaitan informasi.
d.
Mencoba (Experimenting)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik,
peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terkait dengan materi atau substansi yang sesuai. Menurut
Majid (2014: 231), agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan dengan lancar
perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1)
Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan
dilaksanakan peserta didik.
2)
Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang
akan dipergunakan.
3)
Perlu memperhitungkan tempat dan waktu.
4)
Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan
peserta didik.
5)
Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan
dijadikan eksperimen.
6)
Guru membagi kertas kerja kepada peserta didik.
7)
Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan
guru.
8)
Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan meng-evaluasinya,
bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
e.
Mengomunikasikan
Kegiatan
mengomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran adalah kegiatan menyampaikan hasil
pengamatan dan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,
atau media lainnya. Kegiatan mengomunikasikan dapat dilakukan melalui
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok
peserta didik tersebut. Dalam kegiatan ini, guru dapat mengklarifikasi agar
peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan
sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.
5.
Implementasi
Model Pembelajaran Scientific Learning dalam
Pem-belajaran IPS di Sekolah Dasar
Berikut ini adalah salah satu contoh implementasi model
pembelajaran scientific learning dalam
pembelajaran IPS di kelas IV Sekolah Dasar, terkait dengan materi interaksi
sosial. Langkah-langkah pembelajaran tersebut meliputi beberapa hal sebagai
berikut.
a.
Mengamati
Peserta didik diminta untuk mengamati kegiatan interaksi sosial yang
ada di lingkungan sekolah, kemudian menuliskan hasil pengamatannya di lembar
pengamatan yang telah disediakan oleh guru. Adapun kegiatan interaksi sosial
dapat berupa transaksi jual beli, kegiatan bercakap-cakap yang dilakukakan dua
orang atau lebih, dan lain-lain.
b.
Menanya
Peserta didik dapat menanyakan beberapa hal baru yang
ditemukannya ataupun beberapa hal yang belum dimengerti peserta didik kepada
guru. Sebaliknya, guru juga dapat mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan
hal-hal yang telah diamati oleh peserta didik. Adapun contoh pertanyaan yang
akan diajukan adalah sebagai berikut.
1)
Apakah kalian selalu melakukan kegiatan interaksi
sosial?
2)
Apa yang akan terjadi apabila kalian tidak melakukan kegiatan
interaksi sosial?
c.
Menalar
Pertanyaan seperti di atas
memerlukan adanya solusi (jawaban) melalui suatu penalaran. Dalam IPS
permasalahan seperti ini dapat dijawab dengan mengaitkan pendefinisian baru
bagi peserta didik yang sudah dapat menerima kebenaran logis. Jika di hadapkan
dengan beberapa pertanyaan di atas, secara otomatis peserta didik akan berfikir
dan menjawab pertanyaan dari guru.
d.
Mencoba
Peserta didik diminta untuk mencoba (praktik) untuk tidak
melakukan komunikasi dengan teman-teman di dalam kelas selama kurang lebih
sepuluh menit.
e.
Mengomunikasikan
Setelah peserta didik tidak melakukan komunikasi dengan
teman-teman di dalam kelas selama kurang lebih sepuluh menit, peserta didik
kemudian diminta untuk mengomunikasikan atau mempresentasikan hal-hal yang
dirasakan ketika mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan komunikasi dengan
teman-teman di dalam kelas.
Adapun tujuan dari kegiatan pembelajaran di atas adalah
sebagai upaya untuk menyadarkan peserta didik akan pentingnya komunikasi,
terutama dalam kegiatan interaksi sosial karena manusia merupakan makhluk
sosial yang tidak dapat bertahan hidup jika hanya sendiri.
1.
Hakikat
Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut
Junaedi (2008: 11.9), model pembelajaran problem
solving (model pembelajaran pemecahan masalah) adalah pengunaan model dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai
masalah, baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk
dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Hidayati
(2008: 6.18) mengemukakan bahwa model pembelajaran problem solving menekankan pada terpecahkannya suatu masalah secara
rasional, logis, dan benar.
Majid (2014: 170)
mengemukakan bahwa model pembelajaran problem
solving bukan hanya sekedar model mengajar tetapi juga merupakan suatu model
berpikir, sebab dalam problem solving
dapat menggunakan model-model lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada
menarik kesimpulan. Pembelajaran ini merupakan pelajaran berbasis masalah, yaitu
pembelajaran yang berorientasi “learner
centered”, berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh peserta didik melalui
kerja kelompok. Model pembelajaran problem
solving sering disebut “model pembelajaran ilmiah (scientific method)” karena langkah-langkah yang digunakan adalah
langkah ilmiah yang dimulai dari merumuskan masalah, merumuskan jawaban
sementara (hipotesis), mengumpulkan dan mencari data fakta, menarik kesimpulan
atau melakukan generalisasi, dan mengaplikasikan temuan ke dalam situasi baru
(Majid, 2014: 170).
Dengan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving (model pembelajaran
pemecahan masalah) merupakan suatu metode
pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan melatih peserta didik untuk menghadapi
berbagai masalah dan mencari pemecahan atau penyelesaian dari permasalahan
tersebut secara ilmiah.
2.
Kriteria
Model Pembelajaran Problem Solving
Secara umum,
beberapa kriteria model pembelajaran problem
solving adalah sebagai berikut.
a.
Model pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran,
artinya dalam pengimplementasiannya terdapat sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan siswa.
b.
Dalam model
pembelajaran problem solving, aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan menempatkan masalah
sebagai kunci dari proses pembelajaran.
c.
Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah
3.
Keunggulan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem
Solving
Menurut Hidayati
(2008: 6.20-6.21), beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a.
Keunggulan Model Pembelajaran Problem Solving
1)
Peserta didik memiliki keterampilan pemecahan masalah.
Hal ini merupakan bekal untuk menghadapi dan memecahkan masalah baik di dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, maupun di tempat kerja kelak.
2)
Merangsang pengembangan kemampuan berpikir peserta
didik secara kreatif, rasional, logis, dan menyeluruh, karena dalam proses
belajarnya peserta didik banyak menggunakan mentalnya dengan menyoroti
permasalahan dari berbagai segi dan pendekatan dalam rangka mencari
pemecahannya.
3)
Pendidikan di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan,
khususnya dengan dunia kerja. Hal ini dikarenakan peserta didik telah terbiasa
memecahkan masalah dengan langkah-langkah metode pemecahan masalah, maka mereka
menjadi terbiasa pula untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan dalam
kehidupan yang semakin komplek.
4)
Menimbulkan keberanian pada diri peserta didik untuk
mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
b.
Kelemahan Model Pembelajaran Problem Solving
1)
Menentukan suatu masalah yang tingkat
kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik tidaklah mudah. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan memilih
suatu masalah yang sesuai dengan tingkat umur, kemampuan, dan latar belakang
pengetahuan atau pengalaman peserta didik.
2)
Mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan
mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
berpikir untuk memecahkan permasalahan secara individu maupun kelompok yang
kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan tantangan atau
bahkan kesulitan tersendiri bagi peserta didik.
3)
Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama
sehingga terpaksa mengambil waktu pelajaran yang lain.
4)
Kurang sistematis apabila model pembelajaran ini
diterapkan untuk menyampaikan bahan baru.
5)
Metode ini kurang tepat jika digunakan bagi
siswa yang belum dewasa.
4.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model
Pembelajaran Problem Solving
Menurut Majid
(2014: 170-171), langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a.
Menyiapkan Isu atau Masalah yang Jelas untuk Dipecahkan
Masalah yang dipilih harus
tumbuh dari dalam diri peserta didik, sesuai dengan taraf kemampuan peserta
didik, sesuai dengan materi yang disampaikan, dan sesuai dengan kehidupan riil
atau keseharian peserta didik.
b.
Menuliskan Tujuan atau Kompetensi yang Hendak Dicapai
c.
Mencari Data atau Keterangan yang Dapat Digunakan untuk Memecahkan Masalah
Contoh data atau keterangan yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah yaitu dengan jalan membaca buku-buku,
meneliti, dan bertanya.
d.
Menetapkan Jawaban
Sementara (Hipotesis)
Dugaan jawaban yang ditetapkan harus
didasarkan pada data yang telah diperoleh.
e.
Menguji Kebenaran
Jawaban Sementara (Hipotesis)
Dalam langkah ini,
peserta didik harus berusaha memecahkan
masalah
sehingga benar-benar yakin bahwa jawaban tersebut merupakan jawaban yang tepat.
Untuk menguji kebenaran jawaban diperlukan metode-metode lainnya seperti
demonstrasi, penugasan, dan diskusi.
f.
Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan
berarti bahwa peserta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang
jawaban dari masalah yang dipecahkan.
Menurut
Johnson dan Jhonson (dalam Hidayati, 2008: 6.12), pemecahan masalah (problem solving) sebagai model pembelajaran
IPS mempunyai langkah-langkah sebagai berikut.
a.
Definisi Masalah
Guru hendaknya mengarahkan peserta didik untuk memberikan
batasan-batasan terhadap pengertian-pengertian yang terkandung di dalam
masalah. Untuk perumusan masalah dianjurkan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut.
1)
Semua pernyataan
ditampung atau ditulis
di papan
tulis. Kemukakan
sebanyak dan sekonkrit mungkin dengan mengemukakan orang, tempat, sumber, dan
jangan mempersoalkan ketepatan.
2)
Rumuskan kembali setiap
pernyataan tersebut sehingga mendapatkan gambaran yang ideal dan aktual.
Keluarkan definisi-definisi yang tidak memiliki sumber-sumber yang cukup untuk
dipecahkan secara berkelompok.
Pilihlah satu definisi yang dianggap paling tepat oleh kelompok tersebut. Masalah yang dipilih
harus bersifat penting (important),
dapat dipecahkan (soluble), dan
mendesak (urgent).
b.
Diagnosis Masalah (Luasnya
Masalah dan
Apa Penyebabnya)
Dalam langkah yang kedua
ini, peserta didik dalam kelompok akan mengupas tentang penyebab timbulnya
masalah dan akibat lebih lanjut apabila masalah tersebut tidak diatasi. Adapun
tujuan adalah untuk mengetahui sifat dan besarnya kekuatan-kekuatan pendorong
menuju kearah situasi yang ideal dan kekuatan-kekuatan yang menghambat atau
menentang arah tersebut.
c.
Merumuskan Alternatif dan Rencana Pemecahannya
Pada tahap ini, peserta
didik dalam kelompok akan merumuskan sebanyak-banyaknya alternatif pemecahan
masalah. Setelah mencari faktor-faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Oleh
karena itu kelompok harus kreatif, berpikir divergen, memahami pertentangan
ide, dan mempunyai daya temu yang tinggi.
d.
Penerapan dan Penetapan Strategi
Pemecahan Masalah yang
Dipilih
Setelah berbagi
pemecahan masalah diperoleh, maka pada tahap ini, peserta didik dalam kelompok memutuskan:
1)
memilih alternatif yang
sesuai dengan masalah,
2)
memilih alternatif yang
mempunyai banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambatnya, dan
3)
meninjau keuntungan atau
efek samping terhadap setiap alternatif bila diterapkan.
e.
Evaluasi Keberhasilan
Strategi yang
Dicapai
Alternatif-alternatif
yang mempunyai alasan rasional, logis, praktis, serta tetap bila diterapkan,
diangkat menjadi keputusan atau cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Hasil akhir dari evaluasi harus dapat menunjukan beberapa hal sebagai berikut.
1)
Masalah apa yang sudah
dipecahkan.
2)
Seberapa jauh
pemecahannya.
3)
Masalah apa yang belum
terpecahkan.
4)
Masalah baru yang
timbul sebagai akibat pemecahan ini.
Dalam
penerapannya, metode pemecahan masalah ini dilaksana-kan secara kelompok, guru
berfungsi sebagai pengarah dan motivator, sedangkan semua pendapat digali dari peserta
didik. Semua pendapat ditampung, kemudian diseleksi dengan mencari alasan-alasan
yang rasional, logis, dan tepat. Apabila terdapat sesuatu yang tidak dapat
digali oleh peserta didik, barulah guru memberikan informasi. Pelaksanaan
metode pemecahan masalah ini akan berhasil dengan baik apabila peserta didik
telah menguasai langkah-langkahnya tahap demi tahap.
5.
Implementasi
Model Pembelajaran Problem Solving dalam
Pem-belajaran IPS di Sekolah Dasar
Berikut ini
adalah salah satu contoh implementasi model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran IPS di kelas III semester II Sekolah
Dasar, terkait dengan materi penggunaan uang. Langkah-langkah pembelajaran
tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a.
Guru membagi peserta
didik ke dalam beberapa kelompok, dengan anggota setiap kelompok lima orang
peserta didik.
b.
Definisi Masalah
Guru meminta peserta
didik untuk mendiskusikan topik permasalahan berupa seorang anak Sekolah Dasar
yang tidak dapat bersekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah.
c.
Diagnosis Masalah (Luasnya
Masalah dan
Apa Penyebabnya)
Peserta didik diarahkan
guru untuk mencari beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak Sekolah Dasar
tidak mampu membayar uang sekolah, sehingga putus sekolah. Adapun penyebab dari
permasalahan tersebut dapat berupa keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu,
akibat dari kebiasaan anak yang suka menghambur-hamburkan orang tua untuk
membeli sesuatu yang kurang penting, dan kebiasaan anak yang tidak suka
menabung.
d.
Merumuskan Alternatif dan Rencana Pemecahannya
Peserta didik dalam kelompok akan merumuskan
sebanyak-banyaknya alternatif pemecahan masalah dari masalah tersebut. Beberapa
alternatif pemecahan masalah dari masalah tersebut dapat berupa memanfaatkan
uang pemberian orang tua untuk membeli segala sesuatu yang benar-benar penting
dan menabung.
e.
Penerapan dan Penetapan Strategi
Pemecahan Masalah yang
Dipilih
Langkah selanjutnya yang
dilakukan peserta didik peserta didik adalah dengan memanfaatkan uang pemberian
orang tua untuk membeli segala sesuatu yang benar-benar penting dan menabung. Setelah itu, peserta didik diharapkan dapat
menyimpulkan bahwa peserta didik harus dapat memanfaatkan uang dengan baik dan
membiasakan diri untuk gemar menabung.
Model pembelajaran scientific
learning merupakan model pembelajaran yang mengedepankan proses
pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah yang diwujudkan dalam usaha
sistematik untuk mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan melalui kegiatan
mengamati, menanya, mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan mengomunikasikan.
Sedangkan model pembelajaran problem
solving (model pembelajaran pemecahan masalah) merupakan suatu metode
pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan melatih peserta didik untuk menghadapi
berbagai masalah dan mencari pemecahan atau penyelesaian dari permasalahan
tersebut secara ilmiah. Kedua model pembelajaran ini akan efektif jika
diterapkan dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar, dengan materi yang sesuai.
Sebagai calon maupun seorang guru Sekolah Dasar, kita harus mempelajari dan memahami konsep dasar
model pembelajaran scientific learning
dan problem solving dengan baik.
Bukan hanya sekedar mempelajari dan memahami, akan tetapi juga harus mampu
mengimplementasikan model pembelajaran scientific
learning dan problem solving pada
mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar agar kegiatan pembelajaran lebih efektif
dan efisien.
Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Ibrahim, Muslimin. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya:
Unesa University Press.
Junaedi, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Surabaya:
LAPIS-PGMI.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
thank you very much for your article. it is interesting article
ReplyDelete👍🙏
ReplyDeleteCasino Games - Mapyro
ReplyDeleteThe most recent addition to the 통영 출장샵 list 전라남도 출장마사지 is Slots 서귀포 출장마사지 at CasinoCyclopedia. Find out all the 강릉 출장안마 important aspects, news and tips on all of the 전라남도 출장샵 upcoming slot games from the